ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PERILAKU KEKERASAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik terhadap diri sendiri maupun orang lain. (Towsend, 1998).
Perilaku kekerasan adalah reaksi yang ditampakan/ditampilkan oleh individu dalam menghadapi masalah dengan melakukan tindakan penyerangan terhadap stessor, dapat juga merusak dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan dan setiap bermusuhan (Rasmun, 2001, hal. 18).
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1998).
Dari ketiga teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku kekerasan adalah seseorang melakukan tindakan yang berakibat tidak baik pada dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Rentang Respon Marah
Respon adaptif
Respon Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk
Gambar 1 : Rentang Respon Marah (Stuart dan Sundeen, 1998)
1. Respon Adaptif.
1) Asertif
adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa tidak senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara.
2) Frustasi
Adalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya seseorang dalam mencapai keinginannya. Individu tersebut tidak dapat menerima atau menunda sementara sambil menunggu kesempatan yang memungkinkan. Selanjutnya individu merasa tidak mampu dalam mengungkapkan perannya dan terlihat pasif.
2. Respon transisi
Pasif adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya. Klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena merasa kurang mampu, rendah diri atau kurang menghargai dirinya.
3. Respon maladaptif
1) Agresif
Adalah suatu perilaku yang mengerti rasa marah, merupakan dorongan mental untuk bertindak (dapat secara konstruksi/destruksi) dan masih terkontrol. Perilaku agresif dapat dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu pasif agresif dan aktif agresif.
a. Pasif agresif
Adalah perilaku yang tampak dapat berupa pendendam, bermuka asam, keras kepala, suka menghambat dan bermalas-malasan.
b. Aktif agresif
Adalah sikap menentang, suka membantah, bicara keras, cenderung menu0ntut secara terus menerus, bertingkah laku kasar disertai kekerasan.
2) Amuk
Adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain atau lingkungan. (Stuart and Sudeen, 1998)
B. Pengkajian
1 Faktor Predisposisi dan Stressor Presipitasi
1) Faktor Predisposisi
Menurut Kelliat (1999), faktor predisposisi didapat dari berbagai pengalaman yang dialami tiap orang artinya mungkin terjadi (mungkin tidak terjadi) perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1.1 Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan.
1.2 Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
1.3 Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisif).
1.4 Neurobiologis, banyak pendapat bahwa kekerasan system limbic, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
2) Stressor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), menyatakan bahwa factor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain,
2.1 Kondisi klien
Seperti kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri kurang, dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
2.2 Situasi lingkungan
Lingkungan yang ribut, padat kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dapat pula memicu perilaku kekerasan,
C. Perilaku (Manifestasi Klinik)
Menurut Kelliat dan Sinaga (1996) menyatakan bahwa manifestasi klinik dari perilaku kekerasan :
1. Aspek fisik, antara lain tekanan darah meningkat kulit muka merah, pandangan mata tajam, otot tegang, denyut nadi meningkat, pupil dilatasi, frekuensi BAK meningkat.
2. Aspek emosi, antara lain emosi labil, tak sabar, ekspresi muka tampak tegang, bicara dengan nada suara tinggi, suka berdebat, klien memaksanakan kehendak.
3. Aspek perubahan perilaku, antara lain agresif menarik diri, bermusuhan sinis, curiga, psikomotor meningkat, nada bicara keras dan kasar .
D. Masalah Keperawatan
Menurut kelliat (2005 )mengatakan bahwa masalah keperawatan perilaku kekerasan adalah:
1. Risiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan
3. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
E. Pohon Masalah
Risiko Menciderai Diri, Orang Lain dan Lingkungan Akibat
Perilaku Kekerasan : Core problem
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Penyebab
Gambar 2 : Pohon Masalah Perilaku Kekerasan (Kelliat, 1998, hal. 3)
F. Diagnosa Keperawatan
Menurut standar operasional pelaksanaan (sop) yang di susun oleh Tim Pegembangan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) RSJ Marzuki Mahdi Bogor(1997):
a. Risiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
G. Fokus Intervensi
Menurut Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) yang di susun oleh Tim Pengembangan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) RSJ Marzuki Mahdi Bogor(1997), meliputi :
Diagnosa Keperawatan Pertama, risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan. Tujuan Umum (TUM), klien tidak menciderai diri, orang lain atau lingkungan.
Tujuan Khusus (TUK) Pertama : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria Evaluasi : Klien dapat membina hubungan saling percaya, mau membalas salam, klien mau menjabat tangan, klien mau menyebutkan nama, klien mau tersenyum, klien mau kontak mata, klien mau mengetahui nama perawat, klien mau menyediakan waktu untuk kontak mata. Intervensi yang ditetapkan : Bina hubungan saling percaya, seperti beri salam atau panggil nama klien, sebutkan nama klien, sebutkan nama perawat sambil jabat tangan, jelaskan maksud hubungan interaksi, jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat, beri rasa aman dan sikap empati, lakukan kontak singkat tapi sering.
TUK kedua : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Kriteria Evaluasi : Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel, kesal (dari diri sendiri, dari lingkungan atau orang lain). Intervensi yang ditetapkan : Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya, bantu klien untuk mengungkapkan penyebab jengkel/kesal.
TUK ketiga : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. Kriteria Evaluasi : Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel, observasi tanda perilaku kekerasan pada klien, simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien. Intervensi yang ditetapkan : Anjurkan klien mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah/jengkel, observasi tanda perilaku kekerasan pada klien, simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien.
TUK keempat : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Kriteria Evaluasi : Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyebabkan masalah atau tidak. Intervensi yang ditetapkan : Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien, bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
TUK kelima : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Kriteria Evaluasi : Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien. Intervensi yang ditetapkan : Bicarakan akibat/ kekerasan dari cara yang dilakukan klien, bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien, tanyakan pada klien apakah ia ingin cara baru yang sehat.
TUK keenam : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam merespon terhadap kemarahan. Kriteria Evaluasi : Klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secara konstruktif. Intervensi yang ditetapkan : Tanyakan pada klien apakah ia mengetahui cara lain yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat, diskusikan dengan klien cara lain yang sehat. Seperti, secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal/marah memukul bantal, kasur atau olah raga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga. Secara Verbal : katakan bahwa anda sedang kesal/tersinggung/jengkel, “Saya kesal, anda berkata seperti itu, saya marah karena tidak memenuhi keinginan saya”. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan manajemen perilaku kekerasan. Secara spiritual : anjurkan klien sembahyang/berdoa atau ibadah lain : meminta kepada Tuhan untuk diberi kesabaran, mengadu pada Tuhan tentang kekerasan/kejengkelan.
TUK ketujuh : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria Evaluasi : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. Fisik : tarik nafas dalam, olah raga, menyiram tanaman. Verbal : mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti. Spiritual : sembahyang, berdoa atau ibadah. Intervensi yang ditetapkan : Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien, bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang terpilih, bantu klien untuk mensimulasi cara tersebut (role play), beri reinforcement positif atas keberhasilan klien mensimulasikan cara tersebut, anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel atau marah, diskusikan dengan klien manfaat cara yang telah digunakan, beri pujian atas keberhasilan pasien.
TUK kedelapan : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria Evaluasi : Keluarga dapat menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien. Intervensi yang ditetapkan : Buat kontrak dengan klien pada saat membawa klien untuk dirawat di rumah sakit, pertemuan rutin dengan perawat, bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki, pertemuan keluarga-keluarga, siapa yang dapat merawat klien, fasilitas yang dimiliki keluarga di rumah, jelaskan cara merawat klien pada keluarga, latihan keluarga cara-cara merawat klien di rumah.
TUK kesembilan : Klien dapat menggunakan obat secara benar (sesuai program pengobatan). Kriteria Evaluasi : Klien dapat menyebutkan obat-obat yang diminum dan kegunaannya (jenis, waktu, dosis dan efek), klien dapat minum obat sesuai program pengobatan. Intervensi yang ditetapkan : Jelaskan jenis obat-obat yang diminum klien pada klien dan keluarga, diskusikan manfaat minum obat dan kerugian minum obat tanpa seijin dokter, jelaskan prinsip benar minum obat (baca nama yang tertera pada botol obat, dosis obat, waktu dan cara minum), ajarkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu, anjurkan klien melapor pada perawat atau dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan, beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Diagnosa Keperawatan Kedua, perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah. Tujuan Umum (TUM), Klien dapat berhubungan dengan orang secara optimal.
Tujuan Khusus (TUK) TUK pertama : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan, mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Intervensi yang ditetapkan : Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal. Perkenalkan diri dengan sopan. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai pasien. Jelaskan tujuan pertemuan. Jujur dan menepati janji. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. Berikan perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
TUK kedua : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Kriteria Evaluasi : Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Seperti : Kemampuan yang dimiliki klien, aspek positif dari keluarga dan aspek positif lingkungan yang dimiliki klien. Intervensi yang ditetapkan : Diskusikan kemampuan klien dan aspek positif yang dimiliki oleh klien, setiap bertemu klien hindarkan dari pemberian penilaian negatif, utamakan memberi pujian yang realistis.
TUK ketiga : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan. Kriteria Evaluasi : Klien menilai kemampuan yang digunakan. Intervensi yang ditetapkan : Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih digunakan selama sakit, diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
TUK keempat : Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Klien membuat rencana kegiatan harian. Intervensi yang ditetapkan : Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan, seperti : kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian serta kegiatan yang membutuhkan bantuan total. Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien, beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan. Klien dapat melakukan kegiatan dalam kondisi sakit sesuai dengan kemampuannya, seperti : Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang direncanakan. Beri pujian atas keberhasilan klien. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
TUK kelima : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuan. Kriteria Evaluasi : Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya. Intervensi yang ditetapkan : Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan, beri pujian atas keberhasilan klien, diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
TUK keenam : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada. Kriteria Evaluasi : Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga. Intervensi yang ditetapkan : Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat dengan klien harga diri rendah, bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat, bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.