Sabtu, 23 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH CHOLELITIASIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Fungsi utam kandung empedu adalah menyimpan dan memkatkan empedu. Kandung empedu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Empedu hait tidak dapat segera masuk ke duodenum akan tetapi melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kantong empedu. Secara berkala kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultal lapisan ototnya dan relaksasi sfinter oddi.
Rangsangan normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsang terkuat untuk menimbulkan kontraksi.
Penyakit kandung empedu sendiri jarang terjadi, kecuali bila disertai dengan adanya batu empedu. Batu empedu dalam kandung empedu tidak menimbulkan keluhan penderita, kecuali bilamana batu tersebut masuk ke duktus  sistikus kholeduktus. 

Dibawah ini akan di bahas mengenai penyakit kandung empedu yaitu kholelityasis.

B. Pokok Bahasan
Pengertian cholelitiasis, etiologi, patofisiologi, manifestaasi klinik, complikasi, study diagnosa, managemen medik, manajemen keperawatan.
Askep yang meliuti pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi.

C. Tujuan
Dengan penulisan makalah ini diharapkan :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan kembali apa yang di maksud dengan penyakit kholelityasis, Etiologi, patofistologinya,manifestasi klinik, komplikasinya.
 Mahasiswa mampu, melakukan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan kholelityasis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Batu empedu merupakan endapan atau lebih komponen empedu : kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, dan protein.
Kolesterol dan bilirubin tidak dapat larut dalam air. Batu empedu dapat terbentuk dari bilirubin saja, kolesterol saja atau berupa batu campuran kolesterol. Batu campuran ini mengandung kalsium.
Batu bilirubin murni biasanya kecil, majemuk, hitam dan di kaitkan dengan kelainan hemolifik. 
Batu kolesterol murni biasanya besar, soliter, bulat, dan oval, berwarna kuning pucat.
Batu kolesterol campuran paling sering di temukan, majemuk, berwarna cokelat tua. 
B. Etilogi dan Patofisiologi
Etiologi batu empedu masih belum jelas diketahui dengan sempurna; akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting yaitu gangguan metabolismeyang disebabkan olehperubahan susunan empedu dan infeksi kandungan empedu.
Cholelitiasis terjadi keseimbangan yang mengatur kolesterol, garam-garam empedu, kalsium dalam larutan terganggu, sehingga terjadi pengendapan dari substansi-substansi tertentu.
Perubahan susunan empedu merupakan paling penting pada pembentukan batu empedu. 
Penyelidikan membuktikan penderita penyakit batu kolesterolmensekresi empedu yang sangat jenuh dalam kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan mengendap dalam kandung empedu. 
Statis empedu dalam kandungan empedu dapat mengakibatkan supersaturasi dan perubahan komposisi kimia dari empedu dalam mobolitas.
Faktor hormonal, khususnya selama kehamilan, mungkin menyebabkan gangguan kantung empedu, batu dapat dapat tertahan dalam kantung empedu atau berpindah ke saluran kistikatau saluran empedu. Batu ini dapat menyebabakan nyeri ketika berjalan melalui saluran dan tersangkut sehingga menghasilkan gangguan.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagai dalam pembentukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel akan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler atau bakteri dapat berperan penting sebagai pusat presipitasi.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik terjadi dimana batu empedu menghalangi saluran empedu, jika rintangan terjadi di duktus sitikus, empedu dapat terus mengalir langsung ke duodenum dari lifer.

Manifestasi klinik Etiologi
Jaundice, warna urine gelap,gemetar (epilepsi) - Tidak ada cairan empedu yang masuk ke dalam duodenum.
- Bilirubin dapat larut dalam urine.
Tidak adanya Urobilinogen dalam urine - Bilirubin tidak mencapai saluran intestimen untuk di ubah menjadi urobilinogen
- Feces berwarna pekat 
- Gatal-gatal - Sama dengan diatas, adanya endapan garam empedu didalam jaringan kulit.
- Kesalahan absorbsi atau absorbsi lemak yang mudah larut dalam vitamin (A, D, E, K) - Tidak ada empedu di saluran intestimen untuk emulsify fat; pengeluaran feces bersamaan dengan asam lemak.
- Hilangnya lemak yang dapat larut dalam vitamin .
- Intoleransi terhadap makanan berlemak (anoreksia) - Tidak ada di dalam saluran intestimen
- Perdarahan - Menurunnya absorbsi vitamin K mengakibatkan menurunnya produksi prothombin
- Steartorrhen - Tidak adanya garam empedu diduodenum, mencegah fat-emulsion dan pencernaan.

Cholelityasis dapat menimbulkan gejala yang hebat atau tanpa gejala. Beratnya gejala tergantung pada saluran mana yang terjadi penyumbatan, spasm/kejang pada jaringan merupakan respon terhadap batu sebagai usaha untuk memindahkan.
Kadang-kadang produksi dari batu empedu dapat menghasilkan nyeri yang hebat. Nyeri yang hebat di sertai denga tachycardia, diaphoresis, dan preostiation (lemah). Serangan nyeri ini terjadi pada skala 3-6 sesaat kemudian setelah memakan makanan yang sukar di cerna atau di mana pasien mengambil posisi berbaring.


D. Complikasi
Cholangitis
Sirosisbiliary
Carsinoma
Peritonitis

E. Studi Diagnostik dan Penemuan
Ultrasonograpy
Merupakan tes diagnostik yang terbaik dan sangat bermanfaat untuk klien dengan jaundice, karena tergantung pada fungsi lifer, sangat akurat untuk mendeteksi batu 90 %-95%.
Cholecystogram oral
Memberikan gambaran dari batu (radiopaque)
IV cholangiogram menggambarkan batu empedu, jika batu empedu berpindah ke sistem ductal dapat di gambarkan.
Percutaneous transhepatic cholangiograpy
Di gunakan untuk diagnosa jaundice dan lokasi batu di saluran empedu.
Empedu diambil pada waktu ERCP (kalimat untuk di identifikasi culture, kemungkinan organisme terinfeksi).
Tes laboratorium.
Menunjukan ketidak normalnya liver, dan meningkatnya perhitungan blood cell (WBC) hasil dari inflamasi tingginya bilirubin dalam urine menandakan proses ppenyumbatan.
Normal dari saluran empedu tidak ada penyumbatan, tidak ada bilirubin di daerah intestinal, tidak  ditemukan urobilinogen, serum enzim, seperti : alkaline phosphatase, SGOT LAST dan LDH, serum amilase akan bertambah apabila pankreas tersangkut.

F. Management Terapi
Manegement terapi untuk cholelitiasis yaitu :
Extracorporeal shock dengan methyl tertiary terbutyl etha (MTBE), obat oral untuk menghancurkan batu, endoscopic sphinterotomy dan pembedahan.
Pengobatan supportive diberikan sama dengan sholesistitis, obat ini di gunakan seperlunya saja. Apabila batu disebabkan karena sumbatan, pengobatan tambahan yang diberikan vitamin yang dapat larut, pemberian garam empedu untu mempermudah pencernaan dan penyerapan vitamin serta diit rendah garam.
ESWL biliary litotriptor menggunakan tinggi energi shock yaitu gelombang yang menghancurkan batu empedu, dan pasien harus memiliki fungsi kantung empedu yang baik.
Ultrasound sean, pertama yang harus dikerjakan adalah menentukan letak batu dan untuk menetapkan secara langsung pada gelombang shock. Gelombang shock secara langsung melewati abdomen dengan bantalan yang berisikan air kemudian di letakkan di area tersebut di butuhkan waktu 1-2 ja untuk menghancurkan batu setelah menghancurkan fregmen selesai, keadaan saluran empedu kembali normal di dalam saluran intestinal.
Endoscopic sphincterotomy (papillotomy) berfungsi secara khusus dalam melepaskan batu empedu kedalm saluran. Pada keadaan normal endoscopic di masukkan ke dalam duodenum.
Sphincter oddi memperlebar insisi dari otot spinoter. 
Pemasangan instilasi MTBE ke dalam kantung empedu melalui cateter percutaneus, MTBE melarutkan batu-batu kolesterol sampai pada waktunya, asam empedu juga di gunakan untuk melarutkan batu kolesterol.
Prosedur pilihan lainnya adalah cholecystectomy, ini merupakan prosedur yang aman dengan efek yang minim.
Intervensi yang berkaitan dengan pembedahan
- Intervensi pembedahan dengan cholelityasis adalah menunjukan frequently dan terdiri dari beberapa prosedur, sebagian besar melaui insisi sebelah kanan subscotal.
T tube di masukkan ke dalam saluran empedu selama pembedahan di mana biasanya saluran empedu exporasi merupakan bagian dari prosedur pembedahan, memastikan patiency dari saluran sampai menghasilkan udema dan trauma untuk memeriksa cairan yang telah hilang.
- Prosedur pembedahan lainnya adalah endosyopic cholecystectomy (laparoscopic laser cholecystectomy), dalam kantung empedu siap melepaskan satu sampai empat kebocoran kecil pada abdomen. 1 cm bocoran mencapai agak ke atas dari umbilikus dan memompa rongga perut 3-4 l karbondioksida untuk memperbaiki jarak penglihatan, laparoscope dengan kamera gandeng di masukkan dalam abdomen.
Prosedur pembedahan kantung empedu.
Nama Deskripsi 
- Cholecystectomy   - pembersihan kantung empedu
- Cholecysteostomy (biasanya keadaan emergenci) - irisan kedalam kantung empedu biasanya untuk pembersihan batu-batu.
- Cholecocholithotomy - irisan kedalam kantung empedu biasanya untuk pembersihan batu-batu
- Cholecystogastrostomy - anastomosis antara perut dan kantung empedu.
- Cholecystoduodenostomy - anastomosis antara kantung empedu dan duodenum untuk menggantikan gangguan pada akhir distal dari saluran empedu biasa.
- Endoscopic - pembersihan kantung empedu lewat penggunaan laparoscopi pemotongan sinar laser.

Pengobatan 
Pengobatan yang sering di gunakan adalah Analgecic, anticholinergics (anti plasmodeis), vitamin yang larut dalam lemak dan garam empedu.
- Narcotic analgesic untuk nyeri ; memperidine hydrochloride (elemerol) jika analgesic narkotik di butuhkan untuk mengurangi kejang pada pembulu yang terkena racun di gunakan morphine sulfate.
- Amylnitrite  and Nitroglyserin mungkin digunakan untuk relax otot halus pada giliary tract.
Jika nitroglyserin diberikan perawat harus mengobservasikan efek samingnya neusea, vomiting, kulit dan hypotension (status NPO dan NGT)
- Anticholinergics such, atropino dan antispasmodics lainnya digunakan untuk relax pada otot halus dan kerusakan pembuluh darah.
- Papaverine digunakan efektif untuk merelaksasikan otot halus observasi keperawatan untuk efek samping dari obat dan skala nyeri harus diperhatikan. Jika pasien kronik cholelythiasis atau bekas obstruksi biliary, fat soluble vitamin (A,D,E danK) mungkin diberikan :
Cairan intravena untuk menggantikan cairan dan elektrolit.
Antibiotik, jika terjadi infeksi
Vitamin K jika jaundice dan prothrombine time didahulukan.
Pertimbangan:
             Modifikasi pengaturan diit pada klien dengan cholelytiasis adalah diit rendah garam. Jika obesitas merupakan masalah, pengurangan/diit kalori adalah indikasinya. Diit rendah garam mencegah kelebihan stimulus dari batu empedu. Hindari pemasukan makanan yang dihasilkan oleh perusahaan susu, cream, mentega, keju susu dan makanan gorengan seperti:kue kering, kacang-kacangan. Beberapa klien memiliki masalah jika mereka makan dalam porsi besar dalam frekuensi sering. 
            Setelah pembedahan Gallblader, pasien diberikan NPO selama 24-28 hari diit bermanfaat jika aliran empedu berkurang atau jika pasien kegemukan.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
               Data subjektif.
Riwayat masa lalu:
                   Riwayat keluarga, aktifitas, obesitas, suku, multiparity (sering hamil) pembedahan abdomen sebelumnya, cancer, sering berpuasa, pregnancy, diabetes, cirhosis.
Pengobatan:
Menggunakan estrogen atau kontrasepsi oral
Pengkajian umum: 
Kehilangan berat badan, kedinginan, anorexia.
Nyeri:
Nyeri hebat pada kuadran atas dan mungkin menyebar ke bagian belakang skapula (biliari colic).
Integumen :
Kulit gatal dan kering
Gastrointestinal:
Tidak mampu mencerna, intoleransi terhadap lemak, nausea dan vomiting, dyspepsia, pyrosis, darah membeku, perut kembung. 
Urinary:
Urine pekat atau gelap
Data Obyektif:
Keadaan umum: Hati, gelisah
Integumen: Jaundice, sklera ikterik
Pernapasan: Tachypneu, membelat selama pernapasan
Cardiovaskulaer: Tachycardia
Gastrointestinal: Gambaran jelas batu empedu, distensi abdomen
Penemuan yang mungkin ditemukan:
Peningkatan fungsi liver dan bilirubin, leukocytosis, penemuan ultrasound abnormal  abdomen, IV cholangiogram.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Etiologi
Preoperasi
Potensial fluid volume deficit Nausea dan vomiting, kurang intake;Lever
Potensial injuri: perdarahan Mengurangi absorbsi vitamin K, dengan hasil perdarahan 
Kurang pengetahuan: sakit dan pengobatan Kurang informasi sebelumnya 
Nyeri Peradangan pada kantung empedu dan kejang pada saluran empedu
Kurang mampu merawat diri: berubah-ubah Nyeri, demam, kelemahan

Post operasi
Tidak efektif pola napas Insisi pembedahan, Distensi abdomen 
Fatique Prosedur pembedaahan, tidak diberi makan sesudah pembedahan
Potensial Fluid volume deficit Nausea, vomiting, sebelum pembedahan perdarahan; kehilangan cairan. 
Potensial injuri Obstruction T tube sebelum pembedahan atau obstruction saluran empedu dengan fragmen dari batu sesudah lithotripsi
Kurang pengetahuan; segera dibutuhkan setelah pengobatan Sebelumnya diberikan informasi
Potensial perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Nausea, vomiting, setelah pengobatan 
Nyeri Insisi: kejang pada ductal associated dengan obstruction dari T tube atau kista pada saluran empedu
Kerusakan integritas kulit
Insisi: potensial, pengaliran yang lambat; potensial drainage mempengaruhi kulit .

Hasil yang diharapkan
Preoperasi
1. Pasien akan menunjukan perbaikan pada turgor kulit dan mucosa membran lembab dan menstabilkan intake dan output.
2. Pasien tidak mengalami perdarahan.
3. Pasien atau orang lain dapat:
a. Menjelaskan patofisiologi dan bagaimana tanda dan gejala yang berhubungan dengan batu empedu.
b. Menjelaskan tentang perencenaan pengobatan dan mengharapkan keefektifitasnya
c. Melukiskan yang dibutuhkan sebelum dan setelah test diagnostik dan pengobatan.
4. Pasien akan mengurangi nyeri
5. Pasien akan memenuhi kebutuhannya sendiri.

Postoperation
1. Pasien akan mempertahankan bunyi napas bersih dan
2. Pasien akan menampakkan fatigue berangsur-angsur membaik dan kecepatan fatigue berkurang dalam 1-5 scala (1 = tidak fatigue, 5 = sangat fatigue)
3. Pasien akan mempertahankan volume cairan pada batas normal dengan tanda-tanda berat stabil, mucosa membran lembab, turgor kulit adekuat, dan keseimbangan intake dan out put.
4. Pasien tidak akan mengalami obstruksi dari T tube drainage; pasien akan melaporkan dengan segera apabila kambuh kembali yaitu nyeri sekali, jaundice, nausea, vomiting dan demam.
5. Pasien penting dapat menjelaskan apabila membutuhkan perawatan segera, dapat melakukan aktifitas, peraturan-peraturan diit, segera melaporkan tanda dan gejala dan perawatan dengan segera.
6. Pasien akan mengkonsumsi diit yang seimbang dengan makanan yang berasal dari semua kelompok makanan dan pembatasan garam jika pasien memiliki lithotripsy.
7. Pasien akan tetap mampu mengontrol nyeri; aktifitas pasien tidak akan terganggu dikarenakan nyeri.
8. Pasien dengan insisi akan sembuh tanpa komplikasi.

Implementasi 
Preoperasi :
1. Pasien mempelajari tentang prosedur operasi.
2. Pemberi terapi IV.
3. Pasien harus berada pada posisi pronasi selama prosedur pengobatan hal untuk memudahkan kita melihat kerusakan pada kandung empedu, posisi ini untuk meningkatkan kenyemanan pasien.
4. Menilai status hemodynamic-tekanan darah, EKG, and pulse oximetry monitor parameter selama prosedur karena posisi ini dapat mengganggu usaha pernapasan.
5. Terapi oksigen mungkin diberikan.
6. Menentukan lokasi batu menggunakan ultrasound.
7. Sedative mungkin diberikan pada pasien dengan nyeri, tidak nyaman atau cemas.

Postoperasi :
1. Control nyeri (mungkin terjadi biliary colic dengan reaksi normal dengan menghancurkan batu di dalam duodenum) dengan dicyclomine HCE (bentyl) atau meperidine (demerol).
2. Mempertahankan adekuatnya intake dan out pout; diit rendah garam diberikan untuk mencegah nyeri. Naosea dan vomiting terjadi setelah prosedur hematuria mungkin ditemukan hari ke 24
3. Memonitor terjadinya demam, jaundice, nyeri abdomen, nausea yang hebat atau vomiting.
4. Ultrasound dan tes laboratorium (lipase, amylase, bilirubin, creatinin, prothrombin time, partial thromboplastin time, hemoglobin, hematocrit dan serum enzim) dalam 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan setelah prosedur.

Perawatan Preoperasi
1. Mempertahankan hydrasi.
Beberapa pasien akan kehilangan cairan karena nausea dan vomiting dan menaikan temperatur. Mereka membutuhkan cairan IV dan membutuhkan monitoring secara teliti kecepatan pemasukan.
Pasien bereson terhadap hydrasi (berat badan, intake dan output, mukosa membran lembab, dan turgor kulit)
2. Mencegah Injuri
Jika jaundice, biasanya prothrombin pada level rendah, persiapan phytonadione (vitamin K, mephyton) diberikan sebelum pembedahan. Transfusi darah mungkin diberikan segera sebelum operasi untuk menyediakan phytonadione perawat memonitor pasien dengan perdarahan (darah dalam urine dan feses).
3. Mengajarkan pasien; mengajarkan pasien tentang tes diagnostik dan untuk mendorong pasien memahami tentang pengobatan sampai dengan preoperasi dan perawatan post operasi.
Pemeriksaan umum yang boleh dilakukan yaitu sebelum pembedahan biliary, pemeriksaan x-ray untuk batu empedu dan pemeriksaan urine dan feses.
4. Meningkatkan kenyamanan.
Sebelum pembedahan perawat harus berfokus pada mempertahankan kenyamanan. Analgesik mungkin diberikan sesuai perintah dan mengevaluasi keefektifitasnya.
Pasien dengan NGT, kebersihan mulut, menghindari ketidaknyamanan tidak diperbolehkan memasukan makanan melalui mulut, berbaring posisi ke samping, massase punggung dan teknik relaksasi dan mungkin membantu untuk meningkatkan kenyamanan.
5. Promosi Kesehatan
Beberapa pasien dengan sakit akut dikarenakan demam dan dingin, ketidakseimbangan cairan dan nyeri, mereka membutuhkan pertolongan perawatan hygiene, toilet dan kebutuhan lainnya.
Perawat akan membantu pasien mengerti tentang kesehatan.
Perawatan Post Operasi
Perawatan post operasi berfokus pada diagnosa keperawatan (potensial) berfokus pada tingkat kenyamanan, mempertahankan status cairan dan elektrolit, deteksi komplikasi saluran respiratory (obstruksi T-tube). Perawatan yang dibutuhakan setelah penurunan fatique, menentukan diit promosi integritas kulit. 
- Perawatan segera 
Untuk memperoleh kesadaran setelah anastesi pasien ditempatkan pada posisi semi fowler. Posisi ini merupakan dasar pengkajian nyeri dan berlangsung selama 42-72 jam. Pasien dipaksa untuk batuk dan mengambil napas dalam secara teratur (anatar 1-2 jam) untuk mencegah atelektasis. Pasien juga dibantu mengatur perubahan posisi. Jika menggunakan NGT perlu disektion sebab elektrolit dan gas dihilangkan saat prosedur, penting untuk mencatat bising usus.
- Tingkat aktifitas
Pasien dibolehkan turun dari tempat tidur sehari setelah operasi. Mengangkat yang berat perlu dihindari.
- Pertahankan T-tube drainase. 
Drainase dilepas setelah 5-6 hari, drainase dicek terhadap warna dan jumlah tiap dua jam /hari. Sebelum diangkat T-tube kaji aliran empedu lancar atau belum.
Observasi terhadap peritonitis jika ada nyeri hebat. 
- Pendidikan waktu pulang
Mencegah pasien melakukan aktifitas yang berat, cegah angkat berat dan diit
- Tingkat nutrisi
Diit spesial selama post pembedahan, cegah lemak yang berlebihan.
- Pertahankan integritas kulit
T-tube pada insisi diobati dengan mengangkat balutan dan membersihkan kulit di sekitar drain. Jika T-tube dilepas beri posisi miring untuk mencegah tekanan.

Renpra
Pasien dengan riwayat koleksistektomi dan kerusakan saluran empedu.
Data : Ny. C, 70 tahun dengan nyeri yang hebat, pada kuadran kanan atas, jaundice, tek, darah rendah, tachycardia, dingin, kulit lembab/berkeringat serta demam. Turgor kulitny jelek dan mukosa membran kering abdomennya lembek saat dipalpasi. Ia sudah 2 minggu mengalami mual dan muntah mengeluarkan sekresi yang berwarna seperti empedu. Hasil tes laboratorium menunjukan hypernatremia (nat = 150 mea/l), hypokalemia (kt = 3,0 mea /l), peningkatan yang tinggi kadarnya 7,3 mg/100 ml dan bilirubin direct 7 mg/100 ml serta adanya peingkatan alkalin phosphat protrombin 30 cc.

DX Keperawatan :
F ef. Pola napas b.d. insisi pembedahan


Goal :
Suara napas normal/semih
RR dalam batas normal

Infeksi :
1. Monitor respiratori dan suara napas (khususnya RLL) tiap 2 jam – 4 jam selama 24 jam/dalam waktu 2 jam–4 jam dalam sehari setelah itu tiap 4 jam selama 1 minggu samapai pasien dapat ambulasi/berjalan dengan baik.
2. Tempatkan pasien pada posisi semih fowler dan dorong pasien untuk ubah posisi sesering mungkin.
3. Bantu pasien untuk napas dalam dan latihan batuk paling sedikit 1-2 jam dalam sehari setelah itu 2-4 jam selama seminggu sampai pasien dapat ambulasi dengan baik.
4. Perhatikan daerah yang diinsisi dan dorong pasien untuk batuk.
5. Gunakan spirometer secara incentif selama 1-2 jam sampai pasien dapat ambulasi dan baik.
6. Dorong dan biarkan pasien untuk ambulasi
7. Berikan analgesis sambil ambulasi sesuai perencanaan.

Rasional : hal ini dimaksudkan untuk memonitor guna membantu pasien dalam mengidentifikasi secara dini/sedini mungkin terhadap adanya misalnya respiratori dan ambulasi akan mencegah terjadinya atelektasis complikasi utama dari pernapasan. Spirometer yang intensif membantu pasien untuk meningkatkan usaha pernapasan atau latihan napas dalam.

DX :
Kelelahan b.d. prosedur pembedahan
Goal :
Pasien mengatakan kelemahannya berkurang

Interfensi : 
1. Tempatkan / jadwalkan / atur aktivitas antara waktu istirahat dan menilai / mengevaluasi toleransi pasien sebelum peningkatan aktivitas.
2. Kaji aktivitas pasien seperti mandi untuk menjaga energi untuk berjalan / ambulasi.
Kaji aktivitas pasien seperti mandi untuk menilai kemampuannya untuk ambuasi. 
3. Ajarkan pada pasien tentang pentingnya mempertahankan istirahat yang adekuat setelah melaksanakan kegiatan.

R/ : kelelahan biasanya merupakan masalah yang menyebabkan kemampuan diri terbatas. Rencana perawatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kelelahan yang dapat memperparah/memperberat kemampuan pasien partisipasi pasien untuk ambulasi.

DX : Potensial < volume cairan b.d. mual dan muntah.

Goal : 
Pasien akan mempertahankan volume cairan dalam batas waktu yang ditentukan dan berat badan stabil, mukosa membran lembab/kening-turgor kulit kembali normal, intake dan out put cairan seimbang.

Intervensi :
1. Monitor intake dan out put dan N/G serta drainge T-tube setiap pergantian, timbang berat badan setiap hari, kaji data laboratiorium setiap hari, tekanan darah serta nadi dalam waktu 4 jam.
2. Catat jumlah cairan dan elektrolit.
3. Berikan cairan sesuai toleransi sesudah eliminasi bowel normal.

R/ : Pengkajian/monitoring ini akan memberikan petunjuk dini tentang tanda untuk < volume cairan untuk menjamin volume cairan yang adekuat.

DX : 
Potensial injuri b.d. obstruksi T-tube atau perdarahan.

Goal : Pasien akan bebas dari obstruksi T-tube/pasien akan bebas dari perdarahan

Intervensi :
1. Monitor/kaji tanda-tanda vital dan tanda-tanda shock dalam waktu 4 jam.
2. Periksa balutan setiap 15 menit untuk beberapa jam pertama setelah operasi (postoperasi) untuk menentukan adanya tanda-tanda perdarahan.
3. Monitor penurunan hematokrit (perdarahan) setiap hari, jaundice serta peningkatan serum bilirubin (obstraksi bilirubin).
4. Pastikan patennya T-tube (T-tube dapat berfungsi dengan baik) :
a. Hubungan tubuh dengan berhentinya gawatnya drainase (T-tube digunakan pada keadan yang gawat/parah).
b. Sertakan T-tuba untuk memfasilitasi membantu mobilitas pasien.
c. Jelaskan pada pasien tentang pentingnya memperhatikan kekakuan, klien serta pulling (penarikan) tuba).
5. Monitor jumlah dan warna drainage dariT-tube dalam waktu 8 jam. 
6. Monitor atau kaji warna urine dalam waktu 8 jam.
7. Laporkan tanda-tanda peritonitis (nyeri abdomen/perut atau keceakaan abdomen, demam) dengan segera.

PENUTUP

Kesimpulan
Cholelitiasis : terbentuknya batu dalam kantung empedu, yang terdiri dari beberapa komponen yaitu colesterol, bilirubin, garam empedu, calsium dan protein.
Etiologi batu empedu  belum jelas tetapi faktor prediposis yang paling penting yaitu gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu dan infeksi kandung empedu serta status empedu dan factor hormonal. Keadaan ini dapat menghasilkan manifestasi klinik seperti jaundice, epilepsi, urine gelap, feses berwarna pekat, gatal-gatal, anoreksia. Serta menghasilkan nyeri yang hebat disertai dengan tachicardia, diaporesis dan lemah. Komplikasi yang sering terjadi yaitu cholangitis, sirosis biliary, carsinoma dan peritonitis.
Manajemen terapi yang membantu pasien dengan kolelitiasis adalah analgesik narkotik untuk nyeri, puasa dan pemasangan NGT untuk saluran neusea dan vomiting, infus untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang, antibiotik jika ada infeksi, vitamin K jika ada jaundice dan masa protombin yang memanjang.

DAFTAR PUSTAKA

Woods, L.P, 1991. “Medical Surgical Nursing,” fourth edition, Mosby, St. Louis.

Hadi, S, 1981. “Gastro Enterologi,” Penerbitan alumni, Bandung.

Silvia A, 1995. “Pathofisiologi”, EGC, Jakarta.


Photobucket