Sabtu, 23 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CAD POST OPERASI CABG

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN CAD POST OPERASI CABG

DEFENISI
CAD adalah penyakit pada arteri koroner dimana terjadi penyempitan atau sumbatan pada liang arteri koroner oleh karena proses atherosklerosis. Pada proses artherosklerosis terjadi perlemakan pada dinding arteri koroner yang sudah terjadi sejak usia muda sampai usia lanjut. Proses ini umumnya normal  pada setiap orang. Terjadinya infark dapat disebabkan beberapa faktor resiko, hal ini tergantung dari individu.

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH CIDERA KEPALA

CIDERA KEPALA
PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH CIDERA KEPALA

LAPORAN PENDAHULUAN
CIDERA KEPALA
PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN NYERI DADA

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN
NYERI DADA 

A. PENGERTIAN
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain)
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit (Himawan, 1996)

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CHOLELITHIASIS (BATU EMPEDU)

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CHOLELITHIASIS (BATU EMPEDU)


I. Pengertian : 
a. Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat  pada sal. empedu (Duktus Koledocus ).
b. Batu Empedu(kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.
c. Radang empedu (Kolesistitis) : adanya radang pada kandung empedu.
d. Radang saluran empedu (Kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu.

II. Penyebab:
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH CHOLESISTITIS

CHOLESISTITIS

A. Latar belakang
Hati merupakan organ yang berperan pada hampir semua fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas yang berbeda. Pembentukan dan sekresi empedu merupakan fungsi utama hati.
Empedu merupakan suatu cairan isosmotik yang mengandung kira-kira 97 % air (Sodeman ; 1995, 599). Selain menyimpan, mengangkut, dan memngeluarkan empedu, kandung empedu juga berfungsi memekatkan empedu. Empedu sendiri mengandung garam-garam empedu yang bersifat amfipatik, pigmen empedu, dan bahan lain yang larut dalam  larutan  elektrolit  alkalis. Kandung  empedu  sendiri  mampu  menyimpan  sekitar 45 ml empedu, yang akan disalurkan ke duodenum oleh adanya relaksasi sfingter oddi.
Pengetahuan mengenai metabolisme garam empedu sangat penting karena garam empedu dibutuhkan untuk dua fungsi penting, yakni : 

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH CHOLELITIASIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Fungsi utam kandung empedu adalah menyimpan dan memkatkan empedu. Kandung empedu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Empedu hait tidak dapat segera masuk ke duodenum akan tetapi melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kantong empedu. Secara berkala kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultal lapisan ototnya dan relaksasi sfinter oddi.
Rangsangan normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsang terkuat untuk menimbulkan kontraksi.
Penyakit kandung empedu sendiri jarang terjadi, kecuali bila disertai dengan adanya batu empedu. Batu empedu dalam kandung empedu tidak menimbulkan keluhan penderita, kecuali bilamana batu tersebut masuk ke duktus  sistikus kholeduktus. 

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH TUMOR REKTUM

TUMOR REKTUM

A. Pengertian
Tumor adalah gembung bengkak sebagai akibat radang, cidera, neoplasma, oedema (Ramali, 2000).
Tumor adalah massa padat, besar, meninggi dan berukuran lebih dari 2 cm (Corwin, 2000).
Tumor merupakan pertumbuhan sel-sel baru (neoplasma), dimana pembelahan sel atau mitosis tidak terkendali oleh tubuh dan tidak memiliki fungsi yang berguna bagi tubuh (Handerson, 1997).
Tumor adalah sel tubuh yang mengalami perubahan (transformasi), sehingga sifat dan kinetiknya berubah sehingga tumbuhnya menjadi autonom liar, tidak terkendali dan terlepas dari koordinasi pertumbuhan normal (Sukardja, 2000).
Menurut Ramali (2000) rectum adalah ujung usus besar sebagai lanjutan usus besar sigmoid (colon sigmoideum) sampai ke dubur. 

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI


A. PENGERTIAN
Benigna prostat hipertropi adalah hiperplasia kelenjar peri urethral yang merusak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, Suprohaita, Wardhani & Setiowulan, 2000, hal 329).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lanjut usia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun (Smeltzer, 2001, hal 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI


A. PENGERTIAN
Benigna prostat hipertropi adalah hiperplasia kelenjar peri urethral yang merusak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, Suprohaita, Wardhani & Setiowulan, 2000, hal 329).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lanjut usia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun (Smeltzer, 2001, hal 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).
Prostatektomi adalah pembedahan mengangkat prostata (Ramali, Pamoentjak, 2000, hal 284).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Post operasi Benigna Prostat Hipertrofi adalah suatu keadan di mana individu sudah menjalani tindakan pembedahan pengangkatan kelenjar psostat.
   
B. ETIOLOGI
Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen (Mansjoer, 2000, hal 329).
Ada beberapa hipotesis yang menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut
2. Peranan dari growth faktor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
4. Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75).

C. PATOFISIOLOGI
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).

D. PATHWAYS KEPERAWATAN































Sumber: (Mansjoer A, 2000. hal: 329)
(Poernomo, 2000. hal: 74 -76)
E. MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih. 
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi) terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria).
Gejala obstruktif meliputi: pancaran lemak, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) anyang-anyangen (intermittency) dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. 
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
3. Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).

Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah
4. warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan fungsi metabolik.
Pemeriksaan prostate specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urine. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal dan buli-buli. Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter. 
3. Pemeriksaan Uroflowmetri dan Colok Dubur
a. Uroflowmetri 
Untuk mengetahui derajat obstruksi, yaitu dengan mengukur pancaran urine pada waktu miksi. Kecepatan aliran urine dipengaruhi oleh kekuatan kontraksi detrusor, tekanan intra buli-buli, dan tahanan uretra.
b. Colok Dubur
Pada perabaan colok dubur, harus diperhatikan konsistensi prostat (biasanya kenyal), adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas teraba (Mansjoer, 2000, hal 332).

G. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2000, hal 333):
1. Observasi (Watchfull Waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat yang diberikan yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nocturia, menghindari obat-obatan dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol. 
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c. Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain: eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa repelus.
3. Terapi bedah
a. TURP 
b. TUIP
c. Prostatektomi terbuka
4. Terapi invasif minimal
a. TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy) 
b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c. High Intensity Focus Ultrasound
d. Ablasi jarum trans uretra 
e. Stent Prostat
H. FOKUS KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori konseptual menurut GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi benigna prostat hipertrophy.
a. Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan bagaimana memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan rencana yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
b. Pola Nutrisi – Metabolik
Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan yang disukai maupun penggunaan vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku, membran mukosa, gigi, suhu, BB, TB, juga kemampuan penyembuhan.
c. Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
1) pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
2) penggunaan alat-alat bantu
3) penggunaan obat-obatan.
d. Pola Aktivitas
1) pola aktivitas, latihan dan rekreasi
2) pembatasan gerak
3) alat bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
e. Pola Istirahat – Tidur
Yang menggambarkan:
1) Pola tidur dan istirahat
2) Persepsi, kualitas, kuantitas
3) Penggunaan obat-obatan.
f. Pola Kognitif – Perseptual
1) Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan
2) Kemampuan bahasa
3) Kemampuan membuat keputusan
4) Ingatan
5) Ketidaknyamanan dan kenyamanan
g. Pola persepsi dan konsep diri
Yang menggambarkan:
1) Body image
2) Identitas diri
3) Harga diri
4) Peran diri
5) Ideal diri.
h. Pola peran – hubungan sosial
Yang menggambarkan:
1) Pola hubungan keluarga dan masyarakat
2) Masalah keluarga dan masyarakat
3) Peran tanggung jawab.
i. Pola koping toleransi stress
Yang menggambarkan:
1) Penyebab stress
2) Kemampuan mengendalikan stress
3) Pengetahuan tentang toleransi stress
4) Tingkat toleransi stress
5) Strategi menghadapi stress.
j. Pola seksual dan reproduksi
Yang menggambarkan:
1) Masalah seksual
2) Pendidikan seksual.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan:
1) Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
2) Realisasi dalam kesehariannya.
2. Fokus Intervensi
a. Perubahan eliminasi urine; retensi berhubungan dengan obstruksi mekanikal; bekuan darah, trauma, prosedur bedah tekanan dan iritasi kateter (Doengoes, 2000, hal 679)
Kriteria hasil: Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi.
Rencana intervensi: 
1) Kaji haluaran urine dan sistem drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih
Rasional : Retensi bisa terjadi karena oedema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
2) Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih
Rasional : Mendorong pasase urine dan meningkatkan rasa normalitas.
3) Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas
Rasional : Kateter biasanya dilepas 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena oedema urethral dan kehilangan tonus.
4) Dorong masukan cairan 3.000 ml sesuai toleransi, batasi cairan pada malam hari, setelah kateter dilepas
Rasional : Mengurangi resiko bekuan akibat adanya perdarahan sekunder, pemasangan kateter, mengevakuasi residu urine akibat sumbatan bekuan darah.
5) Kolaborasi: pertahankan irigasi kandung kemih kontinyu sesuai indikasi pada periode paska operasi dini
Rasional : Mencuci kandung kemih dari bekuan darah untuk mempertahankan patensi dan aliran kateter.
b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah; kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan (Doengoes, 2000, hal 680)
Kriteria hasil: mempertahankan hidrasi adekuat, dibuktikan oleh tanda vital stabil, menunjukkan tidak ada perdarahan aktif.
Rencana intervensi:
1) Benamkan kateter, hindari manipulasi berlebihan
Rasional : Gerakan atau penarikan kateter dapat mengakibatkan perdarahan atau pembentukan bekuan dan pembenaman kateter pada distensi kandung kemih.
2) Awasi pemasukan dan pengeluaran
Rasional : Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian pada irigasi kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
3) Observasi drainase kateter, perhatikan perdarahan berlebihan atau berlanjut
Rasional : Perdarahan tidak umum terjadi selama 24 jam pertama tapi perlu pendekatan perineal. Perdarahan kontinyu atau berat memerlukan intervensi.
4) Evaluasi warna dan konsistensi urine
Rasional : Biasanya mengindikasikan perdarahan arterial dan memerlukan terapi cepat.
5) Inspeksi balutan atau luka drain
Rasional : Perdarahan dapat dibuktikan dengan atau disingkirkan dalam jaringan perineum.
6) Awasi tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaporesis, membran mukosa kering dan pucat
Rasional : Dehidrasi dan hipovolemik memerlukan intervensi cepat untuk mencegah terjadinya syok.
7) Dorong pemasukan cairan 3.000 ml/hari kecuali kontra indikasi
Rasional : Membilas ginjal atau kandung kemih dari bakteri dan debris tetapi dapat mengakibatkan intoksikasi cairan bila tidak diawasi dengan ketat.
8) Kolaborasi: pertahankan traksi kateter menetap dan kendorkan dalam 4 – 5 jam, catat periode pemasangan dan pengendoran traksi
Rasional : Traksi berisi balon 30 cc, diposisikan pada fosa urethral prostat akan membuat tekanan pada aliran darah pada kapsul prostat membantu mencegah atau mengontrol perdarahan.


9) Berikan pelunak feses, laxatif sesuai indikasi
Rasional : Pencegahan konstipasi dan mengejan dan defekasi menurunkan resiko perdarahan rectal perineal.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter, trauma jaringan, insisi bedah (Doengoes, 2000, hal 682)
Kriteria hasil: mencapai waktu penyembuhan ditandai dengan tidak mengalami infeksi.
Rencana tindakan: 
1) Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter reguler
Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi lanjut.
2) Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah
Rasional : Pasien yang mengalami TUR Prostat beresiko untuk syok bedah sehubungan dengan manipulasi atau instrumentasi.
3) Ganti balutan dengan sering (insisi suprapubik/retropubik dan perineal)
Rasional : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
4) Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik
Rasional : Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan resiko untuk infeksi, yang diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
5) Kolaborasi: pemberian antibiotik sesuai indikasi 
Rasional : Mungkin diberikan secara profilaksis sehubungan dengan peningkatan resiko pada prostatektomi
d. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih; refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan atau tekanan dari balon kandung kemih (traksi) (Doengoes, 2000, hal 683)
Kriteria hasil: menunjukkan nyeri hilang atau terkontrol ditandai dengan menunjukkan relaksasi, pasien tampak rileks atau istirahat dengan tepat.
Rencana intervensi:
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10)
Rasional : Nyeri tajam dan intermiten menunjukkan adanya spasme kandung kemih.
2) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase dan pertahankan selang bebas dari bekuan dan lekukan
Rasional : Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem menurunkan resiko distensi dan spasme kandung kemih.
3) Berikan tindakan kenyamanan dan aktivitas terapeutik, dorong penggunaan teknik relaksasi
Rasional : Menurunkan tegangan otot, memfokuskan lagi perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
4) Kolaborasi pemberian analgetik/antispasmodik
Rasional : Mengurangi, dan merilekskan otot yang mengalami spasme.
e. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, dan pembatasan diit (Capernito, 2000, hal 485)
Kriteria hasil: menunjukkan masukan nutrisi dengan nilai gizi yang mencukupi serat, protein, vitamin dan mineral.
Rencana intervensi:
1) Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian yang optimal
Rasional : Dengan dukungan kebutuhan nutrisi yang adekuat membantu proses penyembuhan luka.
2) Pantau status hipermetabolisme 
Rasional : Adanya riwayat penyakit diabetes akan menjadi penyulit untuk proses penyembuhan luka.
3) Evaluasi kemungkinan penyebab mual
Rasional : Adanya mual akan menghambat masukan nutrisi yang adekuat.
4) Pertahankan kebersihan gigi dan mulut, berikan perawatan mulut yang mendukung
Rasional : Kebersihan gigi dan mulut membantu memelihara dan dapat meningkatkan nafsu makan yang baik.
5) Berikan alternatif makanan sesuai kondisi pasien
Rasional : Variasi jenis makanan dan sajian menghindari kejenuhan yang mengakibatkan ketidakcukupan masukan peroral.
6) Anjurkan untuk menghindari berbaring datar selama sedikitnya 1 – 2 jam setelah makan
Rasional : Gravitasi membantu penurunan isi usus sehingga menghindarkan perasaan penuh dan mual.
7) Berikan anti emetik sebelum makan bila diindikasikan
Rasional : Pemberian anti emetik mencegah terjadinya mual akibat efek anastesi dan penyebab lainnya.
f. Resiko tinggi terhadap konstipasi kolonik berhubungan dengan penurunan peristaltik sekunder terhadap anastesi, imobilisasi dan obat nyeri (Carpenito, 2000, hal 485)
Kriteria hasil:
Eliminasi efektif pasca operasi
Rencana intervensi:
1) Kaji bising usus
Rasional : Peristaltik yang tidak normal meningkatkan resiko konstipasi.
2) Anjurkan mobilisasi sesuai kondisi
Rasional : Mobilisasi meningkatkan kembalinya fungsi normal usus.
3) Tingkatkan faktor yang mempengaruhi eliminasi dengan diit seimbang, masukan cairan adekuat, posisi yang tepat.
Rasional : Diit yang seimbang mencegah terjadinya kekurangan pengisian usus akibat kurang residu.
4) Kolaborasi dokter bila dalam tiga hari paska operasi tidak terjadi eliminasi dengan pemberian laxatif
Rasional : Bila lebih dari 3 hari tidak defekasi, dapat meningkatkan terjadinya resiko perdarahan akibat peningkatan tekanan intra abdomen.
g. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis, inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter, keterlibatan area genital (Doengoes, 2000, hal 683)
Kriteria hasil: menyatakan pemahaman situasi individu.
Rencana intervensi:
1) Berikan keterbukaan untuk membicarakan masalah inkontinensia dan fungsi seksual 
Rasional : Dapat mengalami ansietas tentang efek bedah dan dapat menyembunyikan pertanyaan yang diperlukan. Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima informasi yang diberikan sebelumnya.
2) Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual
Rasional : Impotensi fisiologis dapat terjadi selama prosedur radikal.
3) Diskusikan dasar anatomi, jujur dalam menjawab pertanyaan pasien
Rasional : Syaraf fleksus mengontrol aliran darah ke prostat melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat impotent dan sterilitas biasanya tidak menjadi konsekuensi. Prosedur bedah mungkin tidak memberikan pengobatan permanen dan hipertropi dapat berulang.
4) Kolaborasi: rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi
Rasional : Masalah menetap atau tidak teratasi memerlukan intervensi profesional.
h. Kurang perawatan diri; mandi/hygiene berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap imobilisasi (Carpenito, 2000, hal 324)
Kriteria hasil: mendemonstrasikan kebersihan diri yang optimal
Rencana intervensi:
1) Kaji faktor penyebab dan penyulit
Rasional : Mencari penyebab kurang perawatan diri menentukan jenis bantuan yang diberikan pada pasien
2) Tingkatkan partisipasi optimal
Rasional : Keterlibatan pasien dalam merawat dirinya sendiri meningkatkan rasa percaya diri dan semangat hidup dan lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3) Bantu dalam perawatan diri sesuai indikasi
Rasional : Bantuan yang diberikan akan mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri.
4) Berikan reinforcement positif atas kemampuan yang dicapai selama aktivitas
Rasional : Memberikan rasa percaya diri dan memberikan harga diri
5) Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas 
Rasional : Partisipasi yang maksimal dapat dievaluasi sehingga bantuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
i. Kurang pengetahuan; kebutuhan belajar tentang kondisi/situasi prognosis, kebutuhan pengobatan yang berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif (Doengoes, 2000, hal 684)
Kriteria hasil: 
1) Menyatakan pemahaman prosedur bedah
2) Berpartisipasi dalam program pengobatan
Rencana intervensi:
1) Kaji implikasi prosedur dan harapan masa depan
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi.
2) Tekankan perlunya nutrisi yang baik, dorong konsumsi buah-buahan, meningkatkan diit tinggi serat
Rasional : Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi serta menurunkan resiko perdarahan pasca operasi
3) Diskusikan pembatasan aktivitas 
Rasional : Peningkatan tekanan abdominal yang menempatkan stress pada kandung kemih dan prostat menimbulkan resiko perdarahan
4) Berikan gambaran atau penjelasan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
Rasional : Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai SAP yang berdasarkan pada kebutuhan informasi dari pasien.
5) Instruksikan perawatan lanjut atau kontrol 
Rasional : Tindak lanjut untuk perawatan luka, pengangkatan jahitan dilakukan tenaga terlatih, dan kebutuhan pengobatan dapat disesuaikan dengan kondisi lukanya.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN BLADER NEOPLASMA

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN BLADER NEOPLASMA

Sebagian besar tumbuh dalam lumen kandung kemih.
Cancer tersering pada saluran kemih.
Jumlah 3 % dari semua kematian karena kanker
Sering pada usia 50 – 70 tahun
Laki-laki 2 – 3 kali dari wanita

FAKTOR RESIKO
Paparan dari sigaret rokok (mayor)
Radiasi pelvis, penggunaan siclophosphamide, Kronik sistitis, batu buli-buli

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH BRONKIEKTASIS

BRONKIEKTASIS

KONSEP DASAR
A. Pengertian.
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)
Bronkiektasis berarti suatu  dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis  berulang dan memanjang,aspirasi benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi ( Hudak & Gallo,1997).  
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH BRONKOPNEUMONIA

BRONKOPNEUMONIA

Konsep Dasar

1. Definisi
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA

ASUHAN KEPERAWATAN 
BRONKOPNEUMONIA

1. Definisi
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)
Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KARSINOMA BULI

ASUHAN KEPERAWATAN 
PADA KLIEN DENGAN KARSINOMA BULI

A. TINJAUAN TEORI
I. PENGERTIAN
Tomor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli.

II. ISIDEN
Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah Buli-buli. Kanker Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% klien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa. 

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH CANCER COLON

CANCER COLON

1. Definisi
Kanker colon adalah suatu kanker yang yang berada di colon.            
Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru ( ACS 1998 )
               Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah.Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker Colon.

2. Patofisiologi
Perubahan Patologi
Tumor terjadi ditempat yang berada dalam colon mengikuti kira-kira pada bagian  ( Sthrock 1991 a )  :
26 % pada caecum dan ascending colon

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KARSINOMA LARING

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KARSINOMA LARING

A. Pengertian
Secara anatomi tumor laring dibagi atas tiga bagian yaitu supra glotik, tumor pada plika ventrikularis, aritenoid, epiglotis dan sinus piriformis (Glotis : tumor pada korda vokalis , Subglotis : tumor dibawah korda vokalis).

B. Patofisiologi
Karsinoma laring banyak dijumpai pada usia lanjut diatas 40 tahun. Kebanyakan pada orang laki-laki.Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan merokok, bekerja dengan debu serbuk kayu, kimia toksik atau serbuk, logam berat. Bagaimana terjadinya belum diketahui secara pasti oleh para ahli.Kanker kepala dan leher menyebabkan 5,5% dari semua penyakit keganasan.Terutama neoplasma laringeal 95% adalah kars

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH KONSEP DASAR KANKER PAYUDARA

KONSEP DASAR KANKER PAYUDARA

A. Definisi
Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik DNA seluler (Smeltzer, 2002: 317). Menurut Sabiston (1995: 385) kanker payudara adalah neoplasma spesifik tempat yang terlazim pada wanita dan merupakan sebab utama kematian akibat kanker dalam wanita berusia 40-44 tahun. Kenker payudara adalah neoplasma ganas, suatu pertumbuhan jaringan payudara abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltratif dan destruktif dan dapat bermetastase (FKUI, 1995: 356).
Kanker payudara dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan TNM (Tumor, Nodus, Metastasis). Pentahapan tersebut mencakup mengklasifikasikan kanker payudara berdasarkan pada keluasan penyakit. Tahap kanker payudara yaitu:

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CARSINOMA MAMMAE

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CARSINOMA MAMMAE

A. PENGERTIAN CARSINOMA MAMMAE
Carsinoma mammae adalah neolasma ganas dengan pertumbuhan jaringan mammae abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltrasi dan destruktif dapat bermetastase ( Soeharto Resko Prodjo, 1995)
Carsinoma mammae merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel – sel normal, berkembang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah (Lynda Juall Carpenito, 1995).

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH TUMOR PARU

CA PARU

A. PENGERTIAN.
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang  mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).

B. ETIOLOGI.
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KARSINOMA RECTI

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN KARSINOMA RECTI

I. KONSEP MEDIS

A. Pengertian
Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian Recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.


B. Insidens dan Faktor Risiko
Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang Recti terutama terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kebiasaan diet rendah serat.

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ASKARIASIS

ASKARIASIS

A. Pengertian
Askariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi cacing Ascaris Lumbricoides atau cacing gelang (Noer, 1996: 513).  Hal senada juga terdapat dalam Kamus Kedokteran (Ramali, 1997: 26).           
B. Penyebab
Penyebab dari Ascariasis adalah Ascaris Lumbricoides. Ascaris termasuk Genus Parasit usus dari kelas Nematoda: Ascaris Lumbricoides: cacing gelang  (Garcia, 1996: 138). Menurut Reisberrg (1994: 339) ascaris adalah cacing gilig usus terbesar dengan cacing betina dengan ukuran panjang 20-35 cm dan jantan dewasa 15-35 cm. Rata-rata jangka hidup cacing dewasa sekitar 6 bulan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASMA BRONKIAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASMA BRONKIAL

1. PENGARTIAN
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus.
( Huddak & Gallo, 1997 )
       Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
( Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48)

ASUHAN KEPERAWATAN PD KLIEN DG ASTHMA

ASUHAN KEPERAWATAN PD KLIEN DG ASTHMA

A. Konsep dasar
a. Asthma Bronkiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan,(Tjen Daniel, 1991).

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ASMA

BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spasme otot polos bronkiolus. (Corwin E.J., 2001 : 430)
Asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan oleh penyempitan yang intermiten pada saluran napas di banyak tingkat mengakibatkan terhalangnya aliran udara. (Stein J.H., 2001 : 126)
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang mengakibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan (mengi atau sesak). (Mansjoer A., 1999 : 476-477)
Asma adalah gangguan pernapasan pada bronkus yang menyebabkan penyempitan intermiten pada saluran pernafasan.

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH KONSEP DASAR ASMA BRONCHIALE

KONSEP DASAR
ASMA BRONCHIALE

A. Konsep Medis
1. PENGERTIAN
Asma bronchiale adalah penyakit dari system pernafasan yang meliputi dari jalan nafas dan gejala-gejala bronkospasme yang bersifat reversible (Antony C, 1997).
Asma bronkhiale adalah mengi berulang-ulang/ batuk bersistem dalam keadaan di mana asma yang paling mungkin. (Arief Mansjoer dkk, 2000).
Asma bronkhiale adalah suatu sindrom obstruksi jalan nafas yang berulang yang ditandai kontraksi otot polos, hypereksi mucus dan inflamasi. (Buyton, 1994).

ASUHAN KEPERAWATAN PD KLIEN DG ASTHMA

ASUHAN KEPERAWATAN PD KLIEN DG ASTHMA

A. Konsep dasar
a. Asthma Bronkiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan,(Tjen Daniel, 1991).

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ATRESIA ANI

ATRESIA ANI

A. Pengertian
Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital (Dorland, 1998).
Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966) membagi anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus menetap 
3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering dite

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH BASALIOMA NASOLABIAL SINISTRA

BASALIOMA NASOLABIAL SINISTRA

BATASAN :
Merupakan tumor ganas dari kulit terdapat adanya lesi yang berbentuk ulkus nodule pada daerah wajah.

PATOFISIOLOGI
FAKTOR PREDISPOSISI :
a. Faktor dari luar : Radiasi, Bahan kimia, Trauma, Luka bakar, Peradangan kronik, dan Tahi lalat.
b. Faktor dari dalam : Genetika, Seroderma pigmentosum, nevus sebaseus, dan nevus epidermal yang linier.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN BATU GINJAL

 ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN BATU GINJAL


KONSEP MEDIS

Pengertian
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH BATU SALURAN KEMIH

BATU SALURAN KEMIH

1. Pengertian
Adanya batu (kalkuli) pada saluran perkemihan dalam ginjal, ureter, atau kandung kemih  yang membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat, kalsium urat, asam urat dan magnesium.
Batu dapat menyebabkan obstruksi, infeksi atau oedema pada saluran perkemihan, kira-kira 75% dari semua batu yang terbentuk terdiri atas; kalsium
Faktor resiko batu ginjal meliputi;stasis perkemihan,infeksi saluran perkemihan, hiperparatiroidismempenyakit infeksi usus, gout, intake kalsium dan vit D berlebih, immobilitas lama dan dehidrasi. 
2. Faktor –faktor yang mempengaruhgi pembentukan batu;

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH LAPORAN PENDAHULUAN SPACE OCCUPYING LESSION / SOL

LAPORAN PENDAHULUAN
SPACE OCCUPYING LESSION / SOL
A. Pengertian 
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada infrakranial yang menempati ruang di dalam tengkorak (Smeltzer & Brenda, 2001). 
Tumor otak merupakan lesi destruktif pada CNS Tappa. Penanganan akan menjadi fatal benigna / maligna, di dalam bagian / luar otak, invasif / noninvasive, pertumbuhan lambat/cepat (Black & Matussarin, 1997).
Neoplasma /tumor adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara terus menerus secara tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitar dan tidak berguna bagi tubuh (Tim FKUI, 1996).

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ABSES


A. Pengertian
Abses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suatu rongga (rongga Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al, 1995: 257). Menurut Smeltzer, S.C et al (2001: 496). Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP). Sedangkan menurut EGC (1995: 5) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa Abses Inguinal merupakan kumpulan nanah pada Inguinal akibat infeksi bakteri setempat.

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION

LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP PADA KLIEN DENGAN ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION

I. DEFINISI
Acute Myocardial Infarction adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan oksigen pada miokard.
Jika aliran darah ke miokard berkurang 80-90 % secara tiba-tiba maka akan terjadi iskemi, kemudian berlanjut menjadi nekrosis.  Infark dapat menyebabkan kematian jaringan yang irreversibl.  
Peran oksigen pada miokard dibutuhkan pada saat aktivitas preload dan afterload, kontraksi jantung, dan denyut jantung .

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN AIDS

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN AIDS

I. DEFINISI
Acquired Immunodeficiency Syndrome ( AIDS ) merupakan suatu tahap akhir dari berbagai gejala yang berlanjut sebagai akibat dari adanya infeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ). ( Donna, 1999). Sedangkan menurut CDC menyatakan bahwa diagnosis AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi oportunistik, dimana orang tersebut mengalami penurunan system imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang ) dan memiliki antibody positif terhadap HIV. ( Doenges, 2000 ).

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS

Konsep Dasar
I. Pengertian
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya. 

II. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH AMPUTASI

AMPUTASI
Pengertian Amputasi
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Amputasi

KONSEP DASAR


A. PENGERTIAN
Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap. (R. Sjamsudiat dan Wim de jong, 1997 : 1288)
Amputasi adalah pemisahan anggota badan atau bagian lain dengan pembedahan. (H.T. Laksman, 2000 : 13)
Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas. (Barbara Engram, 1999 : 343)
Ada 2 jenis amputasi , yaitu :
1. Amputasi terbuka (guillotine)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS ANEMIA

KONSEP DASAR 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS ANEMIA


I. PENGERTIAN
“Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan atau jumlah erytrosit lebih rendah dari normal” (Jumiarni, 1992 : 112).
“Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah” (Price, A, Sylvia, 1994 : 232)
“anemia  adalah suatu keadaan sebagai penurunan volume erytrosit atau kadar Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat” (Nelson, 2000 : 1680)

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ANGINA PEKTORIS

ANGINA PEKTORIS

A. PENGERTIAN
1. Angina pektoris adalah nyeri dada yang ditimbukan karena iskemik miokard dan bersifat sementara atau reversibel.  (Dasar-dasar keperawatan kardiotorasik, 1993)
2. Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti.  (Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996)
3. Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum. (Penuntun Praktis Kardiovaskuler)

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH APENDISITIS

APPENDISITIS

I. PENGERTIAN
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997)

II. ETIOLOGI
Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh:
a. Fekalis/ massa keras dari feses
b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid
c. Benda asing

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA

A. Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel (Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ARTRITIS

TINJAUAN TEORI

DEFINISI ARTRITIS
Artritis merupakan suatu bentuk penyakit sendi yang sering dijumpai, meliputi bermacam-macam kelainan dengan penyebab yang berbeda. (Robbbin & Kumar,1995).

JENIS-JENIS ARTRITIS
Dilihat dari faktor penyebab timbulnya arthtitis, arthritis dapat dibagi dalam 4 jenis, yaitu:
1. Artritis Infektif (bakterialis)
2. Artritis Lyme
3. Osteoartritis
Photobucket